Bentuk: UNDANG-UNDANG (UU)
Oleh: PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA
Nomor: 18 TAHUN 1968 (18/1968)
Tanggal: 18 DESEMBER 1968 (JAKARTA)
Sumber: LN 1968/71; TLN NO. 2871
Tentang: BANK DAGANG NEGARA
Indeks: BANK DAGANG NEGARA. PENDIRAN.
DENGAN RACHMAT TUHAN YANG MAHA ESA.
PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA
Menimbang :
a. bahwa perlu menyesuaikan Undang undang Perbankan Dagang Negara dengan isi dan jiwa Undang-undang Perbankan 1967;
b. bahwa tugas dan fungsi Bank Dagang Negara, disamping sebagai bank umum dalam arti kata seluas-luasnya perlu diarahkan kepada sektor pertambangan.
Mengingat :
1. Pasal 5 ayat (1), Pasal 20 ayat (1), Pasal 23 dan Pasal 33 Undang-undang Dasar 1945;
2. Pasal 55 Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat Sementara No. XXIII/MPRS/1966;
3. Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat Sementara No. XLIV/MPRS/1968;
4. Undang-undang REFR DOCNM="67uu014">No. 14 tahun 1967 tentang Pokok-pokok Perbankan;
5. Undang-undang REFR DOCNM="68uu013">No. 13 tahun 1968 tentang Bank Sentral; (Lembaran-Negara Republik Indonesia tahun 1968 No. 63; Tambahan Lembaran-Negara No. 2865).
Dengan persetujuan Dewan Perwkailan Rakyat Gotong Royong.
Memutuskan :
I. Mencabut : Undang-undang No. 13 Prp. tahun 1960 tentang Bank Dagang Negara dan Penetapan Presiden No. 21 tahun 1960.
II. Menetapkan : Undang-undang tentang Bank Dagang Negara.
BAB I.
KETENTUAN PENDIRIAN.
Pasal 1.
(1) Dengan nama "Bank Dagang Negara" didirikan sebuah Bank milik Negara yang melanjutkan usaha Bank Dagang Negara sebagaimana ditetapkan dalam Undang-undang No. 13 Prp. tahun 1960.
(2) Bank Dagang Negara adalah Badan Hukum yang berhak melakukan tugas dan usaha berdasarkan Undang-undang ini.
(3) Dengan tidak mengurangi ketentuan-ketentuan dalam Undang-undang ini, terhadap Bank Dagang Negara berlaku segala macam Hukum Indonesia.
BAB II.
KETENTUAN UMUM.
Pasal 2.
Yang dimaksud dalam Undang-undang ini dengan:
a. "Pemerintah" adalah Presiden Republik Indonesia,
b. "Bank Indonesia" adalah Bank Sentral yang didirikan berdasarkan Undang-undang Bank Indonesia 1968,
c. "Direktur Utama" adalah Direktur Utama Bank Dagang Negara,
d. "Direktur" adalah Direktur Bank Dagang Negara,
e. Direksi" adalah Direktur Utama dan Direktur-direktur Bank Dagang Negara,
f. "Dewan Pengawas" adalah Dewan Pengawas Bank Dagang Negara,
g. "Bank" adalah Bank Dagang Negara.
Pasal 3.
(1) Bank berkedudukan serta berkantor pusat di Jakarta.
(2) Bank dapat mempunyai kantor-kantor atau koresponden-koresponden di dalam dan di luar negeri.
BAB III.
MODAL BANK.
Pasal 4.
(1) Modal Bank berjumlah Rp. 250.000.000;- (dua ratus lima puluh juta rupiah) yang merupakan kejayaan Negara yang dipisahkan.
(2) Modal termaksud dalam ayat (1) dapat ditambah dengan persetujuan Dewan Perwakilan Rakyat.
Pasal 5
(1) Bank mempunyai cadangan umum yang dibentuk dan dipupuk menurut ketentuan tersebut dalam Pasal 21 ayat (6) huruf a.
(2) Cadangan umum dipergunakan untuk menutup kerugian yang mungkin diderita terhadap modal Bank.
Pasal 6.
(1) Bank membentuk cadangan tujuan, sesuai dengan ketentuan dalam Pasal 21 ayat (6) huruf b.
(2) Setiap cadangan yang diadakan oleh Bank harus jelas ternyata dalam tata-buku Bank.
BAB IV.
TUGAS DAN USAHA BANK
Pasal 7
Tugas dan usaha Bank diarahkan kepada perbaikan ekonomi rakyat dan pembangunan nasional dengan jalan melakukan usaha bank umum dengan mengutamakan sektor pertambangan.
BAB V
DIREKSI
Pasal 8
(1) Bank dipimpin oleh Direksi yang terdiri atas seorang Direktur Utama dan sekurang-kurangnya 2 (dua) dan sebanyak- banyaknya 4 (empat) orang Direktur.
(2) a. Direktur Utama dan Direktur, diangkat oleh Pemerintah atas usul Menteri Keuangan untuk masa jabatan 5 (lima) tahun.
Setelah waktu itu berakhir, yang bersangkutan dapat diangkat kembali.
b. Untuk dapat diangkat sebagai Direktur Utama dan Direktur, yang bersangkutan harus warga negara Indonesia yang memiliki keahlian dan akhlak serta moral yang baik.
Pasal 9.
(1) Tugas dan kewajiban Direksi ialah menentukan kebijaksanaan dalam pengurusan Bank.
(2) Atas pelaksanaan tugas dan kewajiban tersebut pada ayat (1) Direksi bertanggung jawab kepada Pemerintah.
(3) Keputusan Direksi diambil dengan hikmah musjawarah untuk mufakat.
(4) Direksi mengangkat dan memberhentikan pegawai-pegawai Bank menurut peraturan kepegawaian Bank tanpa mengurangi ketentuan-ketentuan berdasarkan peraturan-peraturan pemerintah yang berlaku.
(5) Direksi menetapkan gaji, pensiun dan tunjangan hari tua serta penghasilan lainnya dari pegawai Bank.
(6) Tata-tertib dan cara menjalankan pekerjaan Direksi diatur dalam suatu peraturan yang ditetapkan oleh Direksi.
Pasal 10
(1) Pemerintah dapat memberhentikan anggota Direksi meskipun masa jabatan yang bersangkutan belum berakhir
a. karena meninggal dunia;
b. karena melakukan sesuatu atau bersikap yang merugikan Bank atau yang bertentangan dengan kepentingan Negara;
c. karena sesuatu hal yang menyebabkan ia tidak dapat melaksanakan tugasnya dengan wajar;
d. atas permintaan sendiri.
(2) Dalam hal-hal dimana diduga terdapat tuduhan tersebut dalam ayat (1) huruf b, anggota Direksi dapat diberhentikan untuk sementara dari tugasnya oleh Pemerintah atas usul Menteri Keuangan.
Pemberhentian sementara itu diberitahukan secara tertulis kepada yang bersangkutan disertai alasan-alasan yang menyebabkan tindakan tersebut.
(3) Anggota Direksi yang dikenakan pemberhentian sementara diberi kesempatan untuk membela diri secara tertulis kepada Pemerintah dalam waktu 2 (dua) minggu setelah yang bersangkutan diberitahukan tentang keputsuan tersebut.
(4) Apabila dalam waktu 1 (satu) bulan sejak tanggal pemberhentian sementara tidak ada pengesahan atau keputusan oleh Pemerintah tentang hal ini, maka pemberhentian-sementara tersebut menjadi batal menurut hukum.
(5) Apabila pelanggaran sebagaimana disebut dalam ayat (1) hurup b, merupakan suatu pelanggaran hukum pidana, maka memberhentikan itu akan merupakan pemberhentian tidak dengan hormat.
Pasal 11
(1) Antara para anggota Direksi satu sama lainnya tidak boleh ada hubungan keluarga sampai dengan derajat ketiga menurut garis lurus maupun haris kesamping, termasuk menantu dan ipar.
Jika sesudah pengangkatannya mereka masuk hubungan keluarga yang terlarang itu, maka salah seorang diantara mereka itu tidak boleh melanjutkan jabatannya tanpa izin Pemerintah.
(2) Anggota Direksi tidak boleh berdagang atau mempunyai kepentingan pada salah satu perusahaan manapun juga, baik langsung maupun tidak langsung.
(3) Anggota Direksi tidak boleh merangkap jabatan lain, kecuali dengan persetujuan Menteri Keuangan.
Pasal 12
Gaji dan penghasilan lainnya anggota Direksi ditetapkan oleh Pemerintah atas usul Menteri Keuangan.
Pasal 13.
Peraturan-peraturan yang ada tentang tuntutan ganti rugi terhadap pegawai Negeri bukan Bendaharawan berlaku juga terhadap anggota Direksi dan pegawai-pegawai Bank.
Pasal 14.
(1) Direksi mewakili Bank didalam dan diluar Pengadilan.
(2) Direksi dapat menyerahkan kekuasaan mewakili tersebut pada ayat (1) kepada seorang atau beberapa orang Direktur yang khusus ditundjuk untuk itu atau kepada seorang/beberapa orang pegawai Bank baik sendiri maupun bersama-sama atau kepada orang/badan lain.
BAB VI.
PENGAWASAN
Pasal 15.
(1) Dewan Pengawas mengawasi pengurusan Bank oleh Direksi.
(2) Dewan Pengawas terdiri dari sekurang-kurangnya 3 (tiga) orang dan sebanyak-banyaknya 5 (lima) orang anggota yang diangkat oleh Pemerintah atas usul Menteri Keuangan. Salah seorang dari anggota-anggota Dewan Pengawas diangkat sebagai Ketua Dewan Pengawas.
(3) Untuk dapat diangkat sebagai anggota Dewan Pengawas yang bersangkutan harus warga negara Indonesia yang memilikii keahlian dan akhlak serta moral yang baik.
(4) Pengangkatan anggota Dewan Pengawas berlaku untuk 3 (tiga) tahun.
Setelah waktu itu berakhir, anggota Dewan Pengawas yang bersangkutan dapat diangkat kembali.
(5) Antara Anggota Dewan Pengawas dan anggota Direksi tidak boleh ada hubungan keluarga sampai dengan derajat ketiga menurut garis lurus maupun garis kesamping, termasuk menantu dan ipar.
(6) Jika seorang anggota Dewan Pengawas sesudah pengangkatannya masuk hubungan keuarga yang terlarang dengan seorang anggota Direksi sebagai dimaksudkan pada ayat (5), maka anggota Dewan Pengawas yang bersangkutan tidak boleh terus memangku jabatannya tanpa izin Pemerintah.
Pasal 16.
(1) Dewan Pengawas dalam batas-batas wewenangnya mengawasi dan menjaga supaya ketentuan-ketentuan untuk mengatur dan mengurus Bank ditaati sebagaimana mestinya.
(2) Ketua dan anggota-anggota Dewan Pengawas lainnya bersama- sama atau masing-masing berhak meminta segala keterangan dan memeriksa segenap buku-buku dan surat-surat serta berhak menunjuk ahli-ahli untuk memeriksa buku-buku dan surat-surat tersebut, segala sesuatu jika dipandang perlu untuk menjalankan kewajibannya.
(3) Direksi wajib memberikan segala penjelasan yang diperlukan.
(4) Bank Indonesia dapat menetapkan ketentuan-ketentuan umum mengenai tugas dan kewajiban Direksi dan Dewan Pengawas dari Bank.
Pasal 17.
(1) Dewan Pengawas berapat sekurang-kurangnya tiga bulan sekali dan selanjutnya setiap kali menurut pertimbangan Ketua atau atas permintaan tertulis seorang anggota Dewan Pengawas atau dari Direksi.
Segala biaya sidang dipikul oleh Bank.
(2) Keputusan Dewan Pengawas diambil dengan hikmah musyawarah untuk mufakat.
(3) Tata-tertib Dewan Pengawas ditetapkan sendiri oleh Dewan Pengawas.
(4) Dewan Pengawas dapat mengangkat atau menunjuk seorang sekretaris; uang jasanya ditentukan oleh Dewan dan dibebankan pada Bank.
(5) Ketua dan anggota-anggota Dewan Pengawas menerima uang jasa yang besarnya ditetapkan oleh Menteri Keuangan dan dibebankan pada Bank.
Pasal 18.
(1) Bank Indonesia mengadakan pengawasan dan bimbingan terhadap pengurus Bank berdasarkan ketentuan-ketentuan dalam Undang-undang Bank Indonesia 1968 dan Undang-undang Perbankan 1967.
(2) Direksi diwajibkan memberikan segala penjelasan yang diperlukan untuk menjalankan pengawasan dalam ayat (1) diatas.
BAB Vll.
PERATURAN PENSIUN DAN TUNJANGAN PEGAWAI
BANK.
Pasal 19
(1) Bank mengadakan dana pensiun dan tunjangan hari tua para pegawai Bank, yang merupakan kekayaan yang dipisahkan.
(2) Bank wajib mengusahakan supaya dana ini mencapai jumlah harga tunai kewajiban yang harus dipenuhi terhadap para pegawai Bank, dan wajib menjaga juga supaya jumlah harga tunai itu jangan berkurang
(3) Bank memberi sumbangan kepada dana tersebut pada ayat (1).
(4) Dana pensiun dan tunjangan hari tua para pegawai Bank tersebut pada ayat (1) dan sumbangan Bank kepada dana tersebut pada ayat (3) tidak diperhitungkan dengan dana- dana dalam Pasal 21 ayat (6) huruf c dan d.
(5) Ketentuan selanjutnya tentang dana tersebut pada ayat
(1) serta sumbangan tersebut pada ayat (3) ditetapkan oleh Direksi.
BAB VIII.
ANGGARAN DAN RENCANA KERJA
Pasal 20
(1) Tiap tahun selambat-lambatnya bulan September, Direksi menyampaikan kepada Dewan Pengawas Anggaran Perusahaan dan Rencana Kerja untuk tahun buku baru.
(2) Apabila sampai permulaan tahun buku baru Dewan Pengawas tidak mengemukakan keberatannya, maka Anggaran Perusahaan dan Rencana Kerja tersebut berlaku sepenuhnya.
(3) Tiap perubahan atas Anggaran Perusahaan dan Rencana Kerja yang terjadi dalam tahun buku yang bersangkutan harus mendapat persetujuan terlebih dahulu dari Dewan Pengawas.
(4) Setelah tahun buku berakhir, selambat-lambatnya dalam waktu 3 (tiga) bulan Direksi menyampaikan kepada Dewan Pengawas hasil-hasil realisasi dari Anggaran Perusahaan dan Rencana Kerja dari tahun buku yang telah berakhir itu.
(5) Anggaran Perusahaan dan Rencana Kerja yang telah disetujui oleh Dewan Pengawas, demikian pula realisasinya, disampaikan juga kepada Bank Indonesia.
BAB IX.
PERHITUNGAN TAHUNAN.
Pasal 21.
(1) Tahun buku Bank ialah tahun takwim.
(2) Selambat-lambatnya 6 (enam) bulan setelah akhir tahun buku Direksi menyampaikan perhitungan tahunan yang terutama terdiri dari Neraca dan perhitungan laba-rugi kepada Dewan Pengawas guna kemudian diteruskan kepada Menteri Keuangan untuk disahkan.
Neraca dan perhitungan laba-rugi tersebut juga disampaikan kepada Bank Indonesia.
(3) Direktorat Akuntan Negara memeriksa perhitungan tahunan itu.
(4) Jika dalam waktu 3 (tiga) bulan sesudah Menteri Keuangan menerima perhitungan tahunan itu tidak diajukan keberatan olehnya, maka hal itu berarti bahwa perhitungan tahunan telah disahkan oleh Menteri Keuangan.
(5) Neraca dan perhitungan laba-rugi yang disahkan secara demikian memberi pembebasan tanggung-jawab sepenuhnya kepada Direksi.
(6) Laba Bank yang disahkan dan setelah dikurangi pajak dibagi sebagai berikut:
a. 20% (dua puluh perseratus) untuk cadangan umum sampai cadangan ini mencapai jumlah yang sama besarnya dengan modal Bank;
b. 20% (dua puluh perseratus) untuk cadangan tujuan;
c. 71/2% (tujuh setengah perseratus) untuk dana kesejahteraan pegawai Bank yang penggunaannya dilaksanakan dengan memperhatikan petunjuk-petunjuk Pemerintah;
d. 71/2% (tujuh setengah perseratus) untuk jasa-produksi bagi pegawai Bank dengan batas sebanyak-banyaknya 3 (tiga) kali gaji sebulan;
e. penggunaan laba selebihnya ditetapkan oleh Pemerintah.
BAB X.
KETENTUAN PIDANA.
Pasal 22.
(1) Anggota Direksi dan pegawai Bank, anggota dan sekretaris Dewan Pengawas tidak memberikan keterangan-keterangan yang diperoleh karena jabatannya, kecuali apabila diperlukan untuk pelaksanaan tugasnya atau untuk memenuhi kewajibannya menurut Undang-undang Perbankan 1967 dan Undang-undang Bank Sentral 1968.
(2) Anggota Direksi dan Pegawai Bank, anggota dan sekretaris Dewan Pengawas yang bertentangan dengan ketentuan- ketentuan tersebut pada ayat (1) memberikan keterangan yang diperolehnya karena jabatannya, dihukum dengan hukuman penjara selama-lamanya 1 (satu) tahun dan/atau denda setinggi-tingginya Rp. 10.000,- (Sepuluh ribu rupiah).
(3) Tindak pidana tersebut pada ayat (2) dianggap sebagai kejahatan.
BAB XI.
PEMBUBARAN.
Pasal 23.
(1) Pembubaran Bank dan penunjukan likwidaturnya ditetapkan dengan Undang-undang.
(2) Jika Bank dibubarkan, semua hutang dan kewajiban keuangan lainnya dibayar dari harta kekayaan Bank, sedangkan sesuatu sisa lebih menjadi Milik Negara.
(3) Pertanggungan jawab likwidasi oleh likwidatur dilakukan kepada Pemerintah yang memberikan pembebasan tanggung jawab tentang pekerjaan yang telah diselesaikan itu.
(4) Jika setelah likwidasi masih terdapat kewajiban- kewajiban keuangan lainnya, maka hal itu menjadi tanggung jawab Pemerintah.
BAB XII.
KETENTUAN PERALIHAN.
Pasal 24.
(1) Segala hak dan kewajiban serta kekayaan dan perlengkapan Bank Dagang Negara sebagaimana dimaksud dalam Undang-undang No. 13 Prp. tahun 1960, beralih menjadi hak dan kewajiban serta kekayaan dan perlengkapan dari Bank.
(2) Pada saat Undang-undang ini mulai berlaku para anggota Direksi serta pegawai lainnya pada Bank Dagang Negara tetap melanjutkan perjuangannya sampai ada ketentuan lebih lanjut.
Pasal 25.
Untuk menjamin kontinuitas dalam Pimpinan Bank, maka pada pengangkutan pertama dari anggota Direksi dapat diadakan penyimpangan dari ketentuan masa jabatan seperti tersebut dalam pasal 8 ayat (2) huruf a.
Pasal 26,
Untuk pertama kali tahun buku dimulai pada tanggal yang akan ditentukan oleh Menteri Keuangan dan berakhir pada tanggal 31 Desember 1969.
BAB XIII.
KETENTUAN PENUTUP.
Pasal 27.
Hal-hal yang belum cukup diatur dalam Undang-undang ini ditetapkan dengan Peraturan Pemerintah.
Pasal 28.
Undang-undang ini disebut "Undang-undang Bank Dagang Negara". Saat mulai berlakunya Undang-undang ini ditetapkan oleh Menteri Keuangan.
Agar supaya setiap orang dapat mengetahuinya memerintahkan pengundangan Undang-undang ini dengan penempatannya dalam Lembaran-Negara Republik Indonesia.
Disahkan di Jakarta,
pada tanggal 18 Desember 1968.
Presiden Republik Indonesia,
SOEHARTO.
Jenderal T.N.I
Diundangkan di Jakarta,
pada tanggal 18 Desember 1968.
Sekretaris Negara R.I.,
ALAMSJAH.
Mayor Jenderal T.N.I.
PENJELASAN
ATAS
UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA
NOMOR 18 TAHUN 1968
TENTANG BANK DAGANG NEGARA
A. PENJELASAN UMUM.
Dengan diundangkannya Undang-undang No. 13 tahun 1968 tentang Bank Sentral dan Undang-undang No. 14 tahun 1967 tentang Pokok-pokok Perbankan, maka dianggap perlu untuk menyesuaikan Undang-undang No. 13 Prp. tahun 1960 jo. Penetapan Presiden No. 21 tahun 1965 tentang Bank Dagang Negara dengan isi dan jiwa dari Undang-undang Perbankan 1967.
Berhubung dengan itu maka dengan Undang-undang ini dicabut Undang-undang No. 13 Prp. tahun 1960 dan Penetapan Presiden No. 21 tahun 1965 dan ditetapkan landasan hukum baru bagi Bank Dagang Negara, yang telah disesuaikan dengan isi dan jiwa Undang-undang Perbankan 1967.
Dengan demikian maka persoalan, status, struktur, nama, hak dan kewajiban, perlengkapan dan kekayaan tidak mengalami perubahan-perubahan.
Segala sesuatu berjalan seperti biasa, kecuali landasan hukumnya yang isi dan jiwanya telah disesuaikan dengan Undang- undang Pokok Perbankan 1967.
Untuk dapat turut serta dalam pengsuksesan rehabilitasi dan pemulihan kapasitas produksi dalam sektor-sektor ekonomi sesuai dengan skala prioritas nasional yang ditetapkan dengan Ketetapan M.P.R.S. No. XXIII/MPRS/1966, maka untuk Bank Dagang Negara disamping tugasnya sebagai bank umum ditetapkan prioritas yang harus diperhatikan dalam pengarahan penggunaan perkreditannya, yaitu dalam sektor pertambangan.
B. PENJELASAN PASAL DEMI PASAL.
Pasal 1.
(1) Cukup jelas.
(2) Cukup jelas.
(3) Dengan ketentuan dalam ayat (3) ini, maka selain berdasarkan hukum perdata Eropah dan hukum dagang Eropah, bank dapat melakukan perbuatan-perbuatan menurut hukum adat dengan orang-orang/badan-badan yang takluk pada hukum adat serta menjalankan hak-hak atas benda-benda yang takluk pada hukum adat.
Pasal 2.
Cukup jelas.
Pasal 3.
(1) Ditetapkannya Jakarta sebagai kantor pusat bank karena Jakarta merupakan pusat dari pada kegiatan ekonomi Indonesia. Hal ini tidak menutup kemungkinan ditetapkannya kantor pusat ditempat lain disebabkan karena perkembangan ekonomi.
(2) Sesuai dengan Undang-undang Perbankan 1967 pembukaan kantor-kantor cabang dan perwakilan di dalam dan di luar negeri harus dimintakan izin dari Menteri Keuangan dengan pertimbangan dari Bank Indonesia.
Pasal 4.
(1) Sebagai badan hukum berdasarkan Undang-undang maka bank mempunyai modal yang merupakan kekayaan Negara yang dipisahkan. Dengan demikian, maka untuk selanjutnya bank dalam menjalankan usahanya terlepas dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara.
(2) Cukup jelas.
Pasal 5.
(1) Bank perlu memupuk cadangan umum untuk memperbesar jaminan terhadap kewajibannya dalam melakukan tugas dan usahanya seperti tersebut dalam Bab IV.
(2) Cukup jelas.
Pasal 6.
(1) Cadangan-cadangan tujuan yang dimaksud dalam pasal ini ialah bagian laba, setelah dikurangi pajak yang disisihkan untuk tujuan tertentu, yaitu untuk membiayai milik tetap dan perlengkapan (investasi) dan/atau perluasan. Disamping itu bagian dari cadangan tujuan ini dapat pula disediakan untuk pemberian kredit dalam jangka panjang dan/atau penyertaan setelah mendapat persetujuan dari Bank Indonesia sesuai dengan ketentuan-ketentuan dalam Undang-undang Perbankan 1967.
(2) Tiap-tiap cadangan atau pemupukan dana lain harus dengan jelas ternyata dalam tata-buku bank, sehingga dengan demikian diperoleh suatu gambaran mengenai keadaan kegiatan usaha bank yang sebenarnya.
Pasal 7.
Yang dimaksud dengan melakukan usaha bank umum ialah usaha bank umum sebagaimana diatur dalam Undang-undang Perbankan 1967.
Dalam melaksanakan usahanya sebagai bank umum, bank dibebani pula tugas untuk mengutamakan sektor pertambangan dengan ketentuan bahwa pengutamaan tersebut harus bersifat:
- fleksibel, dan
- menurut kemampuan bank sendiri.
Oleh karena kemampuan satu bank saja tidak cukup untuk menampung kebutuhan likwiditas dari sektor pertambangan maka diperlukan adanya suatu fleksibilitas sedemikian rupa, hingga perkreditan dalam sektor pertambangan dapat juga diberikan oleh bank-bank umum Pemerintah lainnya. Disamping itu perlu pula dijelaskan bahwa perkreditan untuk sektor perhubungan darat, laut dan udara akan mendapat perhatian dari semua bank umum Pemerintah, termasuk bank ini.
Pasal 8.
(1) Untuk menjamin pelaksanaan tugas bank yang effisien dan efektip perlu ditentukan jumlah minimal dan maksimal dari anggota-anggota pimpinan bank.
(2) Sebelum memangku jabatannya, para angggota Direksi harus mengucapkan sumpah jabatan menurut peraturan yang berlaku. Untuk dapat diangkat menjadi anggota Direksi, harus dipenuhi syarat-syarat tertentu dibawah ini:
a. bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa;
b. setia kepada Pancasila,
c. berwibawa;
d. jujur;
e. cakap/ahli;
f. adil;
g. tidak terlibat, baik langsung maupun tidak langsung dalam gerakan kontra revolusi G.30.S./P.K.I. atau organisasi- organisasi terlarang lainnya.
Dalam mengangkat seseorang menjadi anggota Direksi harus diperhatikan pula calon-calon yang diajukan oleh bank, serta jangan sampai ia mempunyai kepentingan-kepentingan lain di luar bank yang dapat berlawanan dengan atau merugikan kepentingan bank.
Pasal 9.
(1) Yang dimaksud dengan "pengurusan" dalam ayat ini adalah management. Direksi dalam menentukan kebijaksanaan pimpinan bank tidak hanya memperhatikan kepentingan ekonomis perusahaan saja, akan tetapi juga pedoman-pedoman/petunjuk-petunjuk Bank Indonesia dalam pelaksanaan kebijaksanaan ekonomi dan moneter Pemerintah. (2) Cukup jelas.
(3) Apabila mufakat tak tercapai dapat diambil keputusan atas dasar suara terbanyak. Jika suara sama banyaknya, maka keputusan diserahkan kepada kebijaksanaan Direktur Utama.
(4) Cukup jelas.
(5) Cukup jelas.
(6) Cukup jelas.
Pasal 10.
(1) Cukup jelas.
(2) Cukup jelas.
(3) Cukup jelas.
(4) Cukup jelas.
(5) Cukup jelas.
Pasal 11.
(1) Dalam hal terjadinya hubungan keluarga yang terlarang maka penetapan siapa diantara kedua anggota Direksi tersebut yang boleh melanjutkan jabatannya didasarkan atas pertimbangan obyektif sesuai dengan kepentingan bank.
(2) Cukup jelas.
(3) Mengingat kedudukan Bank yang sangat vital dalam bidang ekonomi dan keuangan, maka dalam pasal ini perlu ditentukan larangan jabatan rangkap, kecuali dengan persetujuan Menteri Keuangan. Dalam hal Direksi merangkap pekerjaan lain yang telah disetujui oleh Menteri Keuangan, maka harus diusahakan jangan sampai jabatannya yang dirangkap tersebut adalah incompatible.
Pasal 12.
Cukup jelas.
Pasal 13.
Cukup jelas.
Pasal 14.
(1) Cukup jelas.
(2) Penunjukan seorang anggota Direksi atau pegawai Bank yang telah mempunyai kuasa umum atau khusus untuk mewakili Direksi dalam hal-hal yang khusus tidak perlu dibuktikan kepada pihak ketiga dengan adanya surat kuasa. Lain halnya dengan seorang pegawai bank bukan pemegang kuasa dan seorang bukan pegawai bank atau badan lain yang hanya dapat mewakili Direksi dengan adanya suatu surat kuasa khusus yang diberikan kepadanya oleh Direksi. Dalam hal tagihan dan perkara hukum antara bank dan anggota Direksi, bank diwakili oleh seorang anggota Dewan Pengawas yang ditunjuk oleh Menteri Keuangan.
Pasal 15.
(1) Cukup jelas.
(2) Cukup jelas.
(3) Sebelum memangku jabatannya, anggota Dewan Pengawas harus mengucapkan sumpah jabatan menurut peraturan yang berlaku. Untuk dapat diangkat sebagai anggota Dewan Pengawas harus dipenuhi syarat-syarat tertentu dibawah ini:
a. bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa;
b. setia kepada Pancasila,
c. berwibawa;
d. jujur;
e. cakap/ahli;
f. adil;
g. tidak terlibat, baik langsung maupun tidak langsung dalam gerakan kontra revolusi G.30.S./P.K.I. atau organisasi- organisasi terlarang lainnya. Untuk dapat diangkat sebagai anggota Dewan Pengawas tidak perlu seorang pejabat dari sesuatu instansi resmi.
(4) Cukup jelas.
(5) Cukup jelas.
(6) Cukup jelas.
Pasal 16.
(1) Cukup jelas.
(2) Cukup jelas.
(3) Cukup jelas.
(4) Sebagai suatu lembaga keuangan milik Negara yang terutama bekerja dengan uang dari masyarakat yang dititipkan kepadanya atas dasar kepercayaan maka bank wajib memelihara dan membina kepercayaan tersebut.
Berhubung dengan itu Direksi dan Dewan Pengawas mempunyai tanggung jawab yang berat atas segala usaha yang dilakukan oleh banknya. Mereka tidak dapat dilepaskan/mengelakkan segala tanggung jawabnya sehingga pada hakekatnya Direksi dan Dewan Pengawas harus melakukan dengan sebaik-baiknya tugas-tugas yang dipercayakan kepada mereka oleh Pemerintah dan masyarakat.
Oleh karena itu kepada Bank Indonesia dib n wewenang untuk menetapkan kewajiban dari Direksi dan Dewan Pengawas Bank.
Pasal 17.
(1) Cukup jelas.
(2) Cukup jelas.
(3) Cukup jelas.
(4) Cukup jelas.
(5) Cukup jelas.
Pasal 18.
(1) Sebagaimana dalam pasal-pasal sebelumnya telah dijelaskan, maka sesuai dengan ketentuan-ketentuan dalam Undang-undang Bank Indonesia 1968 dan Undang-undang Perbankan 1967 pengawasan dari Bank Indonesia terhadap Perbankan meliputi dua bidang, yaitu :
a. bidang ekonomi perusahaan, dan
b. bidang pelaksanaan kebijaksanaan moneter Pemerintah.
Pasal 19.
(1) Cukup jelas.
(2) Cukup jelas.
(3) Cukup jelas.
(4) Cukup jelas.
(5) Cukup jelas.
Pasal 20.
(1) Cukup jelas.
(2) Ketentuan ini dimaksudkan untuk menjamin kelancaran usaha bank.
(3) Cukup jelas.
(4) Yang perlu mendapat persetujuan dari Dewan Pengawas ialah perubahan-perubahan dalam anggaran perusahaan dan rencana kerja yang bersifat prinsipiil.
(5) Cukup jelas.
Pasal 21.
(1) Cukup jelas.
(2) Cukup jelas.
(3) Cukup jelas.
(4) Pemerintah dalam mengesahkan neraca dan perhitungan laba-rugi yang disusun oleh Direksi menggunakan Direktorat Akuntan Negara untuk memeriksa neraca dan perhitungan laba-rugi tersebut.
(5) Cukup jelas. Sisa laba sebagaimana dimaksud dalam huruf e ayat ini pada dasarnya merupakan pendapatan Negara maka harus masuk dalam Kas Negara.
(6) Dalam penggunaan sisa laba tersebut Pemerintah juga memperhatikan keperluan-keperluan di bidang sosial.
Pasal 22.
(1) Ketentuan ini tidak berlaku bagi wewenang Menteri Keuangan serta hak dan kewajiban Bank Indonesia untuk meminta segala keterangan guna melaksanakan tugasnya menurut ketentuan-ketentuan yang tercantum, dalam Undang-undang Perbankan 1967 dan Undang-undang Bank Indonesia 1968.
(2) Cukup jelas.
(3) Cukup jelas.
Pasal 23.
(1) Bank dibubarkan antara lain karena dianggap tidak dapat lagi memenuhi tugasnya, atau dianggap tidak diperlukan lagi oleh Pemerintah.
(2) Cukup jelas.
(3) Pembebasan tanggung-jawab dengan sendirinya diberikan oleh Pemerintah setelah memeriksa dan mengesahkan daftar-daftar pertanggungan-jawab vang bertalian dengan likwidasi itu dengan bantuan Direktorat Akuntan Negara.
(4) Cukup jelas.
Pasal 24.
(1) Dalam peralihan hak dan kewajiban serta kekayaan dan perlengkapan maka untuk permodalan bank, baik rekening-rekening cadangan dan bagian sisa laba Bank Dagang Negara berdasarkan Undang-undang No. 13 Prp. 1960 yang belum dibagikan dipindahkan ke rekening modal bank.
Selama modal bank belum mencapai jumlah tersebut dalam Pasal 4, maka bagian sisa laba bank yang menurut Pasal 21 ayat (6) huruf a diperuntukkan cadangan umum dimasukkan ke rekening modal. Agar modal bank selekas-lekasnya terpenuhi, maka tiap tahun Pemerintah menetapkan jumlah dari sisa laba termaksud Pasal 21 ayat (6) huruf e yang harus dipindahkan ke rekening modal.
(2) Selambat-lambatnya dalam waktu 1 tahun harus telah terbentuk susunan Direksi berdasarkan Undang-undang ini.
Pasal 25.
Cukup jelas.
Pasal 25.
Cukup jelas.
Pasal 27.
Cukup jelas.
Pasal 28.
Cukup jelas.
--------------------------------
CATATAN
Kutipan: LEMBARAN NEGARA DAN TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA TAHUN 1968 YANG TELAH DICETAK ULANG
BAB I
KETENTUAN UMUM
Pasal 1
Dalam Undang-Undang ini yang dimaksud dengan:
1. Dewan Gubernur adalah pimpinan Bank Indonesia;
2. Gubernur adalah pemimpin merangkap anggota Dewan Gubernur;
3. Deputi Gubernur Senior adalah wakil pemimpin merangkap anggota Dewan Gubernur;
4. Deputi Gubernur adalah anggota Dewan Gubernur;
5. Bank adalah Bank Umum dan Bank Perkreditan Rakyat sebagaimana dimaksud dalam Undang-undang tentang perbankan yang berlaku;
6. Sistem pembayaran adalah suatu sistem yang mencakup seperangkat aturan, lembaga, dan mekanisme, yang digunakan untuk melaksanakan pemindahan dana guna memenuhi suatu kewajiban yang timbul dari suatu kegiatan ekonomi;
7. Pembiayaan berdasarkan Prinsip Syariah adalah penyediaan uang atau tagihan yang dipersamakan dengan itu berdasarkan persetujuan atau kesepakatan antara Bank Indonesia dan Bank yang mewajibkan Bank yang dibiayai untuk mengembalikan uang atau tagihan tersebut setelah jangka waktu tertentu dengan imbalan atau bagi hasil;
8. Peraturan Bank Indonesia adalah ketentuan hukum yang ditetapkan oleh Bank Indonesia dan mengikat setiap orang atau badan dan dimuat dalam Lembaran Negara Republik Indonesia;
9. Peraturan Dewan Gubernur adalah ketentuan hukum yang ditetapkan oleh Dewan Gubernur yang memuat aturan-aturan intern antara lain mengenai tata tertib pelaksanaan tugas dan wewenang Dewan Gubernur, kepegawaian, dan organisasi Bank Indonesia;
10. Kebijakan Moneter adalah kebijakan yang ditetapkan dan dilaksanakan oleh Bank Indonesia untuk mencapai dan memelihara kestabilan nilai rupiah yang dilakukan antara lain melalui pengendalian jumlah uang beredar dan atau suku bunga;
11. Cadangan Umum adalah dana yang berasal dari sebagian surplus Bank Indonesia yang dapat digunakan untuk menghadapi risiko yang mungkin timbul dari pelaksanaan tugas dan wewenang Bank Indonesia;
12. Cadangan Tujuan adalah dana yang berasal dari sebagian surplus Bank Indonesia yang dapat digunakan antara lain untuk penggantian atau pembaharuan harta tetap dan perlengkapan yang diperlukan dalam melaksanakan tugas dan wewenang Bank Indonesia serta untuk penyertaan.
Pasal 2
(1) Satuan mata uang negara Republik Indonesia adalah rupiah dengan singkatan Rp.
(2) Uang rupiah adalah alat pembayaran yang sah di wilayah negara Republik Indonesia.
(3) Setiap perbuatan yang menggunakan uang atau mempunyai tujuan pembayaran atau kewajiban yang harus dipenuhi dengan uang jika dilakukan di wilayah negara Republik Indonesia wajib menggunakan uang rupiah, kecuali apabila ditetapkan lain dengan Peraturan Bank Indonesia.
(4) Setiap orang atau badan yang berada di wilayah negara Republik Indoensia dilarang menolak untuk menerima uang rupiah yang penyerahannya dimaksudkan sebagai pembayaran atau memenuhi kewajiban yang harus dipenuhi dengan uang sebagaimana dimaksud pada ayat (3).
(5) Pengecualian sebagaimana dimaksud pada ayat (3) diberikan untuk keperluan pembayaran di tempat atau di daerah tertentu, untuk maksud pembayaran, atau untuk memenuhi kewajiban dalam valuta asing yang telah diperjanjikan secara tertulis, yang akan ditetapkan dengan Peraturan Bank Indonesia.
Pasal 3
(1) Uang rupiah dalam jumlah tertentu dilarang dibawa ke luar atau masuk wilayah pabean Republik Indonesia kecuali dengan izin Bank Indonesia.
(2) Pelaksanaan ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditetapkan dengan Peraturan Bank Indonesia.
BAB II
STATUS, TEMPAT KEDUDUKAN, DAN MORAL
Pasal 4
(1) Bank Indonesia adalah Bank Sentral Republik Indonesia.
(2) Bank Indonesia adalah lembaga negara yang independen, bebas dari campur tangan Pemerintah dan atau pihak-pihak lainnya, kecuali untuk hal-hal yang secara tegas diatur dalam Undang-undang ini.
(3) Bank Indonesia adalah badan hukum berdasarkan Undang-undang ini.
Pasal 5
(1) Bank Indonesia berkedudukan di Ibukota negara Republik Indonesia .
(2) Bank Indonesia dapat mempunyai kantor-kantor di dalam dan di luar wilayah negara Republik Indonesia.
Pasal 6
(1) Modal Bank Indonesia ditetapkan berjumlah sekurang-kurangnya Rp. 2.000.000.000.000,00 (dua triliun rupiah).
(2) Modal sebagaimana dimaksud pada ayat 1 harus ditambah sehingga menjadi 10% (sepuluh per seratus) dari seluruh kewajiban moneter, yang dananya berasal dari Cadangan Umum atau sumber lain.
(3) Tata cara penambahan modal dari Cadangan Umum atau sumber lainnya ditetapkan dengan Peraturan Dewan Gubernur.
BAB III
TUJUAN DAN TUGAS
Pasal 7
Tujuan Bank Indonesia adalah mencapai dan memelihara kestabilan nilai rupiah.
Pasal 8
Untuk mencapai tujuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7, Bank Indonesia mempunyai tugas sebagai berikut:
a. menetapkan dan melaksanakan kebijakan moneter;
b. mengatur dan menjaga kelancaran sistem pembayaran;
c. mengatur dan mengawasi Bank.
Pasal 9
(1) Pihak lain dilarang melakukan segala bentuk campur tangan terhadap pelaksanaan tugas Bank Indonesia sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8.
(2) Bank Indonesia wajib menolak dan atau mengabaikan segala bentuk campur tangan dari pihak manapun dalam rangka pelaksanaan tugasnya.
BAB IV
TUGAS MENETAPKAN DAN MELAKSANAKAN KEBIJAKAN MONETER
Pasal 10
(1) Dalam rangka menetapkan dan melaksanakan kebijakan moneter sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 huruf a Bank Indonesia berwenang:
a. menetapkan sasaran-sasaran moneter dengan memperhatikan sasaran laju inflasi yang ditetapkannya;
b. melakukan pengendalian moneter dengan menggunakan cara-cara yang termasuk tetapi tidak terbatas pada:
1) operasi pasar terbuka di pasar uang baik rupiah maupun valuta asing;
2) penetapan tingkat diskonto;
3) penetpan cadangan wajib minimum;
4) pengaturan kredit atau pembiayaan.
(2) Cara-cara pengendalian moneter sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b dapat dilaksanakan juga berdasarkan Prinsip Syariah.
(3) Pelaksanaan ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b dan ayat (2) ditetapkan dengan Peraturan Bank Indonesia.
Pasal 11
(1) Bank Indonesia dapat memberikan kredit atau pembiayaan berdasarkan Prinsip Syariah untuk jangka waktu paling lama 90 (sembilan puluh) hari kepada Bank untuk mengatasi kesulitan pendanaan jangka pendek Bank yang bersangkutan.
(2) Pelaksanaan pemberian kredit atau pembiayaan berdasarkan Prinsip Syariah sebagaimana dimaksud pada ayat (1), wajib dijamin oleh Bank penerima dengan agunan yang berkualitas tinggi dan mudah dicairkan yang nilainya minimal sebesar jumlah kredit atau pembiayaan yang diterimanya.
(3) Pelaksanaan ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) ditetapkan dengan Peraturan Bank Indonesia.
Pasal 12
Bank Indonesia melaksanakan kebijakan nilai tugas berdasarkan sistem nilai tukar yang telah ditetapkan.
Pasal 13
(1) Bank Indonesia mengelola cadangan devisa.
(2) Dalam pengelolaan cadangan devisa sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Bank Indonesia melaksanakan berbagai jenis transaksi devisa.
(3) Dalam rangka pengelolaan cadangan devisa sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Bank Indonesia dapat menerima pinjaman luar negeri.
Pasal 14
(1) Bank Indonesia dapat menyelenggarakan survei secara berkala atau sewaktu-waktu diperlukan yang dapat bersifat makro atau mikro untuk mendukung pelaksanaan tugas Bank Indonesia sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8.
(2) Pelaksanaan survei sebagaimana dimaksud pada ayat (1), dapat dialkukan oleh pihak lain berdasarkan penugasan dari Bank Indonesia.
(3) Dalam penyelenggaraan survei sebagaimana dimaksud pada ayat (1), setiap badan wajib memberikan keterangan dan data yang diperlukan oleh Bank Indonesia.
(4) Bank Indonesia atau pihak lain sebagaimana dimaksud pada ayat (2), wajib merahasiakan sumber dan data individual sebagaimana dimaksud pada ayat (3), kecuali yang secara tegas dinyatakan lain dalam Undang-Undang.
(5) Pelaksanaan ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) ditetapkan dengan Peraturan Bank Indonesia.
BAB V
TUGAS MENGATUR DAN MENJAGA KELANCARAN SISTEM PEMBAYARAN
Pasal 15
(1) Dalam rangka mengatur dan menjaga kelancaran sistem pembayaran sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 huruf b, Bank Indonesia berwenang:
a. melaksanakan dan memberikan persetujuan dan izin atas penyelenggaraan jasa sistem pembayaran.
b. mewajibkan penyelenggara jasa sistem pembayaran untuk menyampaikan laporan tentang kegiatannya;
c. menetapkan penggunaan alat pembayaran.
(2) Pelaksanaan kewenangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditetapkan dengan Peraturan Bank Indonesia.
Pasal 16
Bank Indonesia berwenang mengatur sistem kliring antar bank dalam mata uang rupiah dan atau valuta asing.
Pasal 17
(1) Penyelenggaraan kegiatan kliring antar bank dalam mata uang rupiah dan atau valuta asing dilakukan oleh Bank Indonesia atau pihak lain dengan persetujuan Bank Indonesia.
(2) Pelaksanaan ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditetapkan dengan Peraturan Bank Indonesia.
Pasal 18
(1) Bank Indonesia menyelenggarakan penyelesaian akhir transaksi pembayaran antar bank dalam mata uang rupiah dan atau valuta asing.
(2) Penyelenggaraan kegiatan penyelesaian akhir transaksi pembayaran antar bank sebagaimana dimaksud pada ayat (1), dapat dilakukan oleh pihak lain dengan persetujuan Bank Indonesia.
(3) Pelaksanaan ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) ditetapkan dengan Peraturan Bank Indonesia.
Pasal 19
Bank Indonesia berwenang menetapkan macam, harga, ciri uang yang akan dikeluarkan, bahan yang digunakan, dan tanggal mulai berlakunya sebagai alat pembayaran yang sah.
Pasal 20
Bank Indonesia merupakan satu-satunya lembaga yang berwenang untuk mengeluarkan dan mengedarkan uang rupiah serta mencabut, menarik dan memusnahkan uang yang dimaksud dari peredaran.
Pasal 21
Uang yang dikeluarkan oleh Bank Indonesia dibebaskan dari bea meterai.
Pasal 22
Bank Indonesia tidak memberikan penggantian atas uang yang hilang atau musnah karena sebab apa pun.
Pasal 23
(1) Bank Indonesia dapat mencabut dan menarik uang rupiah dari peredaran dengan memberikan penggantian dengan nilai yang sama.
(2) Apabila 5 (lima) tahun sesudah tanggal pencabutan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) masih terdapat uang yang belum ditukarkan, nilai uang tersebut diperhitungkan sebagai penerimaan tahun anggaran berjalan.
(3) Uang yang ditukarkan sesudah berakhirnya jangka waktu sebagaimana dimaksud pada ayat (2) diperhitungkan sebagai pengeluaran tahun anggaran berjalan.
(4) Hak untuk menuntut penukaran uang yang sudah dicabut, tidak berlaku lagi setelah 10 (sepuluh) tahun sejak tanggal pencabutan.
(5) Pelaksanaan pencabutan dan penarikan uang dari peredaran sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditetapkan dengan Peraturan Bank Indonesia.
BAB VI
TUGAS MENGATUR DAN MENGAWASI BANK
Pasal 24
Dalam rangka melaksanakan tugas sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 huruf c, Bank Indonesia menetapkan peraturan, memberikan, dan mencabut izin atas kelembagaan dan kegiatan usaha tertentu dari Bank, melaksanakan pengawasan Bank dan mengenakan sanksi terhadap Bank sesuai dengan peraturan perundang-undangan.
Pasal 25
(1) Dalam rangka melaksanakan tugas mengatur Bank, Bank Indonesia berwenang menetapkan ketentuan-ketentuan perbankan yang memuat prinsip kehati-hatian.
(2) Pelaksanaan kewenangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditetapkan dengan Peraturan Bank Indonesia.
Pasal 26
Berkaitan dengan kewenangan di bidang perizinan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 24, Bank Indonesia:
a. memberikan dan mencabut izin usaha Bank;
b. memberikan izin pembukaan, penutupan, dan pemindahan kantor Bank;
c. memberikan izin kepada Bank untuk menjalankan kegiatan-kagiatan usaha tertentu.
Pasal 27
Pengawasan Bank oleh Bank Indonesia sebagaimana dimaksud dalam Pasal 24 adalah pengawasan langsung dan tidak langsung.
Pasal 28
(1) Bank Indonesia mewajibkan Bank untuk menyampaikan laporan, keterangan dan penjelasan sesuai dengan tata cara yang ditetapkan oleh Bank Indonesia.
(2) Apabila diperlukan, kewajiban sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dikenakan pula terhadap perusahaan induk, perusahaan anak, pihak terkait, dan pihak terafiliasi dari Bank.
Pasal 29
(1) Bank Indonesia melakukan pemeriksaan terhadap Bank, baik secara berkala maupun setiap waktu apabila diperlukan.
(2) Apabila diperlukan, pemeriksaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat dilakukan terhadap perusahaan induk, perusahaan anak, pihak terkait, pihak terafiliasi, dan debitur bank.
(3) Bank dan pihak-pihak sebagaimana dimaksud pada ayat (2), wajib memberikan kepada pemeriksa:
a. keterangan dan data yang diminta;
b. kesempatan untuk melihat semua pembukuan, dokumen, dan sarana fisik yang berkaitan dengan kegiatan usahanya;
c. hal-hal lain yang diperlukan.
Pasal 30
(1) Bank Indonesia dapat menugasi pihak lain untuk dan atas nama Bank Indonesia melaksanakan pemeriksaan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 29 ayat (1) dan ayat (2).
(2) Pihak lain yang melaksanakan pemeriksaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), wajib merahasiakan keterangan dan data yang diperoleh dalam pemeriksaan.
(3) Syarat-syarat bagi pihak lain yang ditugasi oleh Bank Indonesia sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditetapkan dengan Peraturan Bank Indonesia.
Pasal 31
(1) Bank Indonesia dapat memerintahkan Bank untuyk menghentikan sementara sebagian atau seluruh kegiatan transaksi tertentu apabila menurut penilaian Bank Indonesia terhadap suatu transaksi patut diduga merupkan tindak pidana di bidang perbankan.
(2) Berdasarkan penilaian sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Bank Indonesia wajib mengirim tim pemeriksa untuk meneliti kebenaran atas dugaan tersebut.
(3) Apabila dari hasil pemeriksaan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) tidak diperoleh bukti yang cukup, Bank Indonesia pada hari itu juga mencabut perintah penghentian transaksi sebagaimana dimaksud pada ayat (1).
Pasal 32
(1) Bank Indonesia mengatur dan mengembangkan sistem informasi antar bank.
(2) Sistem informasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1), dapat diperluas dengan menyertakan lembaga lain di bidang keuangan.
(3) Penyelenggaraan sistem informasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2), dapat dilakukan sendiri oleh Bank Indonesia dan atau oleh pihak dengan persetujuan Bank Indonesia.
Pasal 33
Dalam hal keadaan suatu Bank menurut penilaian Bank Indonesia membahayakan kelangsungan usaha Bank yang bersangkutan dan atau membahayakan sistem perbankan atau terjadi kesulitan perbankan yang membahayakan perekonomian nasional, Bank Indonesia dapat melakukan tindakan sebagaimana diatur dalam Undang-Undang tentang perbankan yang berlaku.
Pasal 34
(1) Tugas mengawasi Bank akan dilakukan oleh lembaga pengawasan sektor jasa keuangan yang independen, dan dibentuk dengan Undang-undang.
(2) Pembentukan lembaga pengawasan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), akan dilaksanakan selambat-lambatnya 31 Desember 2002.
Pasal 35
Sepanjang lembaga pengawasan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 34 ayat (1) belum dibentuk, tugas pengaturan dan pengawasan Bank Indonesia dilaksanakan oleh Bank Indonesia.
Undang Undang Perbankan
Undang Undang Perbankan
0 comments:
Posting Komentar
Ngobrol yuk seputar Makalah Manajemen ?? :-)
Jika ingin komentar Silahkan berkomentar ya teman ^_^